Masyarakat Minang Perjuangkan Status Nagari dalam RUU Desa
Pansus RUU Desa menerima aspirasi para petinggi adat Minang yang tergabung dalam Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). Mereka memperjuangkan status Nagari yang merupakan wilayah administratif terendah pada sistem pemerintahan di provinsi Sumatera Barat.
“Nagari tidak sama dengan desa, Nagari merupakan kesatuan adat yang punya wilayah ulayat tersendiri, punya rakyat, anak kemakanan, punya struktur pemerintahan secara adat,” kata Ketua LKAAM, Sayuti Datuk Rajo Pangulu dalam RDPU di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (4/7/12).
Dalam Nagari tambahnya terdapat wilayah ulayat yang disebut pusaka tinggi milik komunal yang dipegang oleh penguasa ulayat yang terdiri dari penghulu suku, mamak kepala waris dan mamak dalam kaum. Apabila struktur adat ini tidak mendapat ruang dalam tatanan hukum, tanah ulayat ini dapat berubah menjadi HGU, HGB, Hak Pakai bahkan Hak Milik Pribadi yang dapat bermuara pada konflik horizontal.
“Mengacu pada kondisi keistimewaan yang ada di Sumatera Barat kami mengusulkan RUU Desa diganti namanya menjadi RUU Pemerintahan Terendah/Terdepan,” ungkapnya. Usulan ini menurutnya juga sudah disampaikan kepada pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri.
Ketua Bundo Kanduang, organisasi perempuan di Minangkabau Puti Reno Raudah Taib memaparkan, pemerintahan Nagari sudah berkembang jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia. Disini juga berlangsung tatanan demokrasi yang lebih tua dari pada di Eropa.
“Kita juga menganut sistem kekerabatan matrilineal yang menempatkan posisi kedudukan dan peranan perempuan setara dengan laki-laki. Sehingga kesetaraan gender bagi orang minang sudah selesai,” lanjut guru besar perguruan tinggi di Sumbar ini,"ujarnya.
Dia berharap Pansus RUU Desa dapat memberikan perhatian pada keistimewaan Minangkabau, apalagi Nagari memiliki luas wilayah setara dengan 9 Desa di Pulau Jawa.
Ketua Pansus RUU Desa, Ahmad Muqowam mengatakan akan memperhatikan masukan yang disampaikan masyarakat adat Minangkabau di Sumatera Barat. “Keluhuran adat harus dapat solusi dalam UU ini, pembahasannya harus mengacu pada kebhinekaan bangsa indonesia.” tekannya.
Ia menjelaskan RUU Desa yang merupakan produk legislasi usulan pemerintah sejauh ini baru memasuki tahapan menerima masukan dari publik. Proses pembahasan termasuk penetapan nama RUU dijadwalkan dimulai pada masa persidangan yang akan datang. (iky)foto:wy/parle